BAB I
PENDAHULUAN
1.1 .
Latar Belakang
Pemanfaatan
Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku
masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa
batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan
melawan hukum.
Salah
satu perkembangan teknologi yang sering digunakan dan dibutuhkan semua kalangan
masyarakat adalah computer. Dengan computer seseorang dapat dengan mudah
mempergunakannya,tetapi dengan adanya computer seseorang menggunakannya dengan
ada hal yang baik dan tidaknya. Cyber crime dan cyber law dimana kejahatan ini
sudah melanggar hukum dalam teknologi dan seseorang yang mengerjakannya dapat
di kenakan hukum pidana dan perdata.
1.2. Metode
Penulisan
Makalah
ini merupakan salah satu tugas untuk mendapatkan nilai pengganti UJian Akhir
Semester (UAS) dalam mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi &
Komunikasi. Penyusunan malakah ini, menitikberatkan pada kegiatan
melanggar hukum di dunia maya yang di sebut dengan “Cyber Crime” dan “Cyber
Law”. Makalah ini merupakan hasil pengumpulan data dan informasi melalui media
internet yang di dalamnya terdapat banyak artikel dan informasi yang menjelaskan
tentang Cyber Crime & Cyber Law ini.
1.3. Tujuan
Penulisan
Makalah
ini di susun agar pemahaman tentang tindak kejahatan melalui media internet dengan
sebutan Cyber Crime dan Cyber Law ini menjadi lebih mudah di mengerti bagi
setiap orang yang membacanya. Dan khususnya untuk para pengguna media online,
makalah ini merupakan informasi yang harus diaplikasikan dalam menggunakan
media internet sebagai wadah untuk melakukan berbagai aktifitas dengan baik dan
hati-hati.
1.4.
Sistematika Penulisan
Sebelum
membahas lebih lanjut, sebaiknya penulis menjelaskan dahulu secara garis besar
mengenai sistematika penulisan, sehingga memudahkan pembaca memahami isi
makalah ini. Dalam penjelasan sistematika penulisan makalah ini adalah :
Bab
I Pendahuluan
Berisikan
tentang :
1.1 Latar
belakang
1.2
Metode Penulisan
1.3 Tujuan
Penulisan
1.4 Sistematika
Penulisan
Bab
II Pembahasan
Berisikan
tentang :
2.1 Undang-undang
ITE (Informasi dan Transaksi Eletronik)
2.2 Pengertian
Cyber crime
2.3.
Motif kegiatan Cyber Crime
2.4. Faktor Penyebab
2.5. Karakteristik Cyber Crime
2.6. Jenis Cyber Crime
2.7. Perkembangan Cyber Crime Di Indonesia
2.8. Cara Penanganan Dan Contoh Kasus
2.9 Pengertian
Cyber law
2.10.
Ruang Lingkup Cyber Law
2.11. Topik Seputar Cyber Law
2.12. Komponen Dari Cyber Law
2.13. Asas-asas Cyber Law
2.14.
Contoh Kasus Cyber Law
Bab
III Penutup
Berisikan
tentang :
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Undang-undang
ITE (Informasi dan Transaksi Eletronik)
Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik adalah Ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah Indonesia dan /atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan indonesia.
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum
atas kegiatan yang memnafaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatn melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagi bukti yang sah di pengadilan
2.2.
Pengertian Cyber Crime
Walaupun
kejahatan dunia maya atau
cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan
komputer atau
jaringan
komputer sebagai unsur
utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di
mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau
memungkinkan kejahatan itu terjadi.
Contoh kejahatan
dunia maya di mana komputer sebagai alat adalah
spamming dan kejahatan terhadap
hak cipta dan
kekayaan intelektual. Contoh kejahatan dunia
maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah akses ilegal (mengelabui
kontrol
akses),
malware dan
serangan
DoS. Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah
penipuan identitas. Sedangkan contoh kejahatan tradisional dengan komputer
sebagai alatnya adalah
pornografi
anak dan
judi online. Beberapa
situs-situs penipuan berkedok judi online termasuk dalam sebuah situs yang
merupakan situs kejahatan di dunia maya yang sedang dipantau oleh pihak
kepolisian dengan pelanggaran pasal 303 KUHP tentang perjudian dan pasal 378
KUHP tentang penipuan berkedok permainan online dengan cara memaksa pemilik
website tersebut untuk menutup website melalui metode DDOS website yang
bersangkutan, begitupun penipuan identitas di game online hanya mengisi alamat
identitas palsu game online tersebut bingung dengan alamat identitas palsu
karena mereka sadar akan berjalannya cybercrime jika hal tersebut terus terus
terjadi maka game online tersebut akan rugi/bangkrut.(28/12/2011)
2.3.
Motif Kegiatan Cyber crime
a) Cybercrime
yang menyerang individu :
Kejahatan
yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang
bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk
mendapatkan kepuasan pribadi.
Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
b) Cybercrime
yang menyerang hak milik (Against Property) :
Kejahatan
yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan,
memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi
materi/nonmateri.
c) Cybercrime
yang menyerang pemerintah :
Kejahatan
yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror,
membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk
mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
2.4.
Faktor Penyebab
Jika
dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya
kejahatan di dunia maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu :
1. Faktor
Teknis
Dengan
adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang
menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya
antara jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk
melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan
pihak yang satu lebih kuat daripada yang lain.
2. Faktor
Sosial ekonomi
Cybercrime
dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan
dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan jaringan merupakan
isu global yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi,
banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan.
Melihat kenyataan seperti itu, Cybercrime berada dalam skenerio besar dari
kegiatan ekonomi dunia.
2.5. Karakteristik Cyber Crime
Selama
ini dalam kejahatan konvensional, kita menganl adanya 2 jenis kejahatan sebagai
berikut:
A. Kejahatan
kerah biru (blue collar criem)
Kejahatan
jenis ini merupakan jenis kejahatan atau tindak criminal yang dilakukan secara
konvensional, misalnya perampokan, pencurian, dan lain-lain. Para pelaku
kejahatan jenis ini biasanya digambarkan memiliki steorotip tertentu
misalnya, dari kelas sosial bawah, kurang terdidik, dan lain-lain.
B. Kejahatan
kerah putih (white collar crime)
Kejahatan
jenis ini terbagi dalam 4 kelompok kejahatan yakni kejahatan korporasi,
kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.
Pelakunya
biasanya bekebalikan dari blue collar, mereka memiliki penghasilan tinggi,
berpendidikan, memegang jabatan-jabatan terhormat di masyarakat.
Cybercrime
sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia
maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua
model di atas.
Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut
lima hal berikut:
1. Ruang
lingkup kejahatan
Sesuai
sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini jga bersifat global.
Cybercrime seringkali dilakukan secara transnasional, melintasi batas negara
sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku.
Karakteristik internet di mana orang dapat berlalu-lalang tanpa
identitas(anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang
tak tersentuh hukum.
2. Sifat
kejahatan
Bersifat
non-violence, atau tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat. Jika
kejahatan konvensional sering kali menimbulkan kekacauan makan kejahatan di
internet bersifat sebaliknya.
3. Pelaku
kejahatan
Bersifat
lebih universal, meski memiliki cirri khusus yaitu kejahatan dilakukan oleh
orang-orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya. Pelaku
kejahatan tersebut tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu, mereka yang
sempat tertangkap remaja, bahkan beberapa di antaranya masih anak-anak.
4. Modus
kejahatan
Keunikan
kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus operandi,
itulah sebabnya mengapa modus operandi dalam dunia cyber tersebut sulit
dimengerti oleh orang-orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer,
teknik pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.
5. Jenis
kerugian yang ditimbulkan
Dapat
bersifat material maupun non-material. Seperti waktu, nilai, jasa, uang,
barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan informasi.
2.6. Jenis-Jenis Cyber Crime
Berdasarkan
Jenis Kejahatan
1. CARDING adalah berbelanja menggunakan
nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal,
biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah “carder”.
Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalahcyberfroud alias penipuan di
dunia maya.
2. HACKING adalah
menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hackeradalah orang yang
gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu
dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.
3. CRACKING adalah
hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi
hitam (black hat hacker). Berbeda dengan “carder” yang hanya mengintip
kartu kredit, “cracker” mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau
pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama
menerobos keamanan komputer orang lain, “hacker” lebih fokus pada prosesnya.
Sedangkan “cracker” lebih fokus untuk menikmati hasilnya.
4. DEFACING adalah
kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada
situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu
2004 lalu. Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk
kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk
mencuri data dan dijual kepada pihak lain.
5. PHISING adalah
kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan
informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu
website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online
banking. Isian data pemakai dan password yang vital.
6. SPAMMING adalah
pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak
dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk
e-mail atau junk e-mailalias “sampah”.
7. MALWARE adalah
program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software.
Umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak
suatu software atauoperating system. Malware terdiri dari
berbagai macam, yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker,
dll.
2.7. Perkembangan Cyber Crime di Indonesia
Di Indonesia sendiri perkembangan cyber crime patut
diacungi jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu
negara terbelakang dalam segala hal, namun prestasi yang sangat berhasil
ditorehkan oleh para hacker, cracker dan carder lokal.
Virus komputer yang dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa
sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Di tahun 1986 – 2003,
epicenter virus computer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika
dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, dan India. Namun hasil
penelitian mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India dan Africa yang
akan menjadi epicenter virus terbesar di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia
juga termasuk dalam 10 besar.
Dalam 5 tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang
meneruskan perkembangan virus2 yang saat ini mengancam komputer kita semua dan
tidak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang kurang
bagus mengapa? mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia
cyber, terus terang para hacker di Amerika tidak akan berani untuk bergerak
karna pengaturan yang ketat dan system kontrol yang lebih high-tech lagi yang
dipunyai pemerintah Amerika Serikat.
2.8.1. Cara Penanganannya
Untuk
menjaga keamanan data-data pada saat data tersebut dikirim dan pada saat data
tersebut telah disimpan di jaringan komputer, maka dikembangkan beberapa teknik
pengamanan data. Beberapa teknik pengamanan data yang ada saat ini antara lain:
2.8.1.1. Internet Firewall
Jaringan komputer yang terhubung ke Internet perlu dilengkapi dengan
internet Firewall. Internet Firewall berfungsi untuk mencegah akses dari pihak
luar ke sistem internal. Dengan demikian data-data yang berada dalam jaringan
komputer tidak dapat diakses oleh pihak-pihak luar yang tidak bertanggung
jawab. Firewall bekerja dengan 2 cara: menggunakan filter dan proxy. Firewall
filtermenyaring komunikasi agar terjadi seperlunya saja, hanya aplikasi
tertentu saja yang bisa lewat dan hanya komputer dengan identitas tertentu saja
yang bisa berhubungan. Firewall proxy berarti mengizinkan pemakai dari dalam
untukmengakses internet seluas-luasnya, namun dari luar hanya dapat mengakses
satu computer tertentu saja.
2.8.1.2. Kriptografi
Kriptografi adalah seni menyandikan data. Data yang akan dikirim
disandikanterlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan,
data tersebut dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan
dimengerti oleh penerima. Data yang disandikan dimaksudkan agar apabila ada
pihak-pihak yang menyadap pengiriman data, pihak tersebut tidak dapat mengerti
isi data yang dikirim karena masih berupa kata sandi. Dengan demikian keamanan
data dapat dijaga. Ada dua proses yang terjadi dalam kriptografi, yaitu proses
enkripsi dan dekripsi. Proses enkripsi adalah proses mengubah data asli menjadi
data sandi, sedangkan proses dekripsi adalah proses megembalikan data sandi
menjadi data aslinya. Data aslin atau data yang akan disandikan disebut dengan
plain text, sedangkan data hasil penyadian disebut cipher text. Proses enkripsi
terjadi di komputer pengirim sebelum data tersebut dikirimkan, sedangkan proses
dekripsi terjadi di komputer penerima sesaat setelah data diterima sehingga si
penerima dapat mengerti data yang dikirim.
2.8.1.3. Secure Socket Layer (SSL)
Jalur pengiriman data melalui internet melalui banyak transisi dan
dikuasai oleh banyak orang. Hal ini menyebabkan pengiriman data melalui
Internet rawan oleh penyadapan. Maka dari itu, browser di lengkapi dengan
Secure Socket Layer yang berfungsi untuk menyandikan data. Dengan cara ini,
komputer-komputer yang berada di antara komputer pengirim dan penerima tidak
dapat lagi membaca isi data.
2.8.2. Contoh Kasus
Seiring
dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang
disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya
beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit,
hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan
adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang
yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime
telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik
kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet
dan intranet.
Berikut
adalah 10 contoh kasus Cyber Crime yang pernah terjadi beserta modus dan
analisa penyelesaiannya:
Kasus 1
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang
di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10
Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank
swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana
komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa
computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi
global yang dikenal dengan internet.
Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah
murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai
sarana kejahatan.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk
penggelapan uang pada bank dengan menggunaka komputer sebagai alat melakukan
kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang
tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari
modus perbuatan yang dilakukannya.
Bunyi Pasal 362 KUHP
barang siapa dengan
sengaja mengambil barang yang sepenuhnya atau sebagian milik orang lain dengan
melawan hukum maka dihukum sebagai pencurian dengan ancaman pidana penjara
paling lama 5 th atau denda paling banyak Rp. 900,00
Kasus 2 Tentang Pornografi :
Kasus ini terjadi saat ini dan sedang
dibicarakan banyak orang, kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya
dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial
‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya
ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria
tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum,
penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret
pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi
Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda
minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
Pengaturan pornografi melalui internet dalam
UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik juga tidak ada istilah pornografi, tetapi “muatan
yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan
melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang
Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE
dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE).
Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa
seluruh peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap
berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
Bunyi pasal 29 UU RI NO. 44 tahun 2008 tentang
pornografi:
Setiap orang yang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 282 KUHP berbunyi:
Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang
telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud
untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin
tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa
secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.”Dari kabar yang beredar di Mabes Polri, bahwa Luna dan
Tari sudah menyandang predikat tersangka sejak beberapa hari lalu.
Kasus 3 Tentang Hacking :
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang
yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan
bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan
aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang
cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal
yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas,
mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing,
menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir
disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang
bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan
layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang
hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut
tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat
dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain,
seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Bunyi pasal 406 KUHP :
Barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai
atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kasus 4 Tentang Carding :
Carding, salah satu jenis cyber crime yang
terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang
dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam
transaksi perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung
dan mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil
melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para
pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung.
Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka
peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak
menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan
lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena
pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka
inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka
akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363
tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Bunyi dari pasal 378 KUHP yang memuat tentang
tindakan penipuan adalah sebagai berikut :
Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memakai nama/ keadaan palsu dengan tipu muslihat agar memberikan barang membuat
utang atau menghapus utang diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimum
4 tahun.
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang
berbunyi bahwa:
barang siapa membuat
secara palsu atau memalsukan sesuatu yang dapat menimbulkan suatu hak,
perikatan atau suatu pembebasan utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti
suatu bagi suatu tindakan, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang
lain menggunakannnya seolah-olah asli dan tidak palsu, jika karena penggunaan
itu dapat menimbulkan suatu kerugian, diancam karena pemalsuan surat dengan
pidana penjara maksimum enam tahun; diancam dengan pidana yang sama barang
siapa dengan sengaja dengan sengaja menggunakan surat yang isinya secara palsu
dibuat atau yang dipalsukan tersebut, seolah-olah asli dan tidak palsu jika
karena itu menimbulkan kerugian.
Kasus 5 Tentang Cybersquatting :
Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau
menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang
atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang
menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang orang terkenal
dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka . Contoh
kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itu pun kurang sigap
dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot orang lain.
Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat sehingga domain carlosslim.com
bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword
Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google kepada para pesaingnya.
Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan prosedur Anticybersquatting
Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk pemilik merek dagang untuk
menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain
kembali ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa kasus, cybersquatter harus
membayar ganti rugi uang.
Untuk kasus-kasus cybersquatting dengan
menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Pidana Umum, seperti misalnya
pasal 382 bis KUHP tentang Persaingan Curang, pasal 493 KUHP tentang Pelanggaran
Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang dan Kesehatan Umum, pasal 362 KUHP tentang
Pencurian, dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan; dan
Pasal 22 dan 60 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi untuk tindakan domain hijacking
Kasus 6 Tentang Perjudian Online :
Perjudian online, pelaku menggunakan sarana
internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember
2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member
yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke
0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan
HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga
Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak
skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa
lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang
dengan cara instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303
tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
PASAL 303 KUHP Tentang PERJUDIAN
(1) Diancam dengan
pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua
puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:
1. dengan sengaja
menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya
sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk
itu;
2. dengan sengaja
menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau
dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli
apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya
sesuatu tata-cara;
3. menjadikan turut
serta pada permainan judi sebagai pencarian
(2) Kalau yang bersalah
melakukan kejahatan tersebut dalam menjalakan pencariannya, maka dapat dicabut
hak nya untuk menjalankan pencarian itu.
(3) Yang disebut
permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat
untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih
atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan
perlombaan atau permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang
turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Kasus judi online seperti yang dipaparkan
diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal dalam UU Informasi dan Transaksi
Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008.
Selain dengan Pasal 303 KUHP menurut pihak
Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU
ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”. Oleh karena pelanggaran
pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43 ayat 1, yang bersangkutan bisa
ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”.
Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal
45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Kasus 7 tentang Mencemarkan diri pribadi orang
lain dalam ranah internet :
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga,
mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat
di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah
bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti
mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam
medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan
pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar
ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni
Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita
Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah
dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal
pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang
berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”.
Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh
Pengadilan Negeri Tangerang. (kasus yang telah terjerat Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE)).
Kemudian hampir di akhir tahun 2009 muncul
kembali kasus yang terjerat oleh UU No. 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang
UU ITE yang dialami oleh artis cantik kita yaitu Luna Maya. Kasus yang menimpa
Luna Maya kini menyedot perhatian publik. Apalagi Luna Maya juga sebagai publik
figur, pasti akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Kasus ini berawal
dari tulisan Luna Maya dalam akun twitter yang menyebutkan “infotainment
derajatnya lebih hina dari pada pelacur dan pembunuh”. Sebenarnya hal itu tidak
perlu untuk ditulis dalam akun Twitternya, karena hal tersebut terlalu
berlebihan apalagi disertai dengan pelontaran sumpah serapah yang menghina dan
merendahkan profesi para pekerja infotainment. (kasus yang telah terjerat
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE))
Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama.
Kasus 8 tentang Asusila dalam media elektronik
Aktor Taura Denang Sudiro alias Tora Sudiro
dan Darius Sinathrya, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya
untuk membuat laporan penyebaran dan pendistribusian gambar atau foto hasil
rekayasa yang melanggar kesusilaan di media elektronik.
"Saya membuat laporan, sesuai apa yang
saya lihat di media twitter. Sebenarnya, saya sudah melihat gambar itu
bertahun-tahun lalu. Awalnya biasa saja, namun sekarang anak saya sudah gede,
nenek saya juga marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu adalah
editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal
Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5).
Ia melanjutkan, pihaknya memutuskan untuk
membuat laporan dengan nomor TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal 15
Mei 2013, karena penyebaran foto asusila itu kian ramai dan mengganggu
privasinya.
"Saya merasa dirugikan. Sekarang juga
kembali ramai (penyebarannya), Darius juga terganggu. Akhirnya kami memutuskan
untuk membuat laporan. Pelakunya belum tahu siapa, namun kami sudah meminta
polisi untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Darius,
menyampaikan dirinya juga sudah mengetahui beredarnya foto rekayasa adegan syur
sesama jenis itu, sejak beberapa tahun lalu.
"Sudah tahu gambar itu, beberapa tahun
lalu. Awalnya saya cuek, mungkin kerjaan orang iseng saja. Namun, sekarang
banyak teman-teman di daerah menerima gambar itu via broadcast BBM. Bahkan,
anak kecil saja bisa melihat. Ini yang sangat mengganggu saya," jelasnya.
Darius yang merupakan saksi dan korban dalam
laporan itu menambahkan, banyak teman-teman daerah memintanya untuk
mengklarifikasi apakah benar atau tidak foto itu. "Ya, jelas foto ini
palsu. Makanya kami laporkan," katanya.
Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan
penyeledikan sementara, disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau
editan.
"Kami baru melakukan penyelidikan awal
dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto asli. Hanya kepala mereka (Tora,
Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar asli, kemudian ditambahkan pemasangan
poster Film Naga Bonar untuk menguatkan karakter itu benar-benar Tora. Selain
itu tak ada yang diganti. Editor tidak terlalu bekerja keras (mengubah), karena
hampir mirip gambar asli," paparnya.
Langkah selanjutnya, kata Audie, pihaknya
bakal segera melakukan penelusuran terkait siapa yang memposting gambar itu
pertama kali.
"Kami akan mencoba menelusuri siapa yang
mengedit dan memposting gambar itu pertama kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun
lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang ada, karena terkendala waktu yang
sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo
Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tegasnya.
Diketahui, sebuah foto rekayasa adegan syur
sesama jenis yang menampilkan wajah Tora Sudiro, Darius Sinathrya dan Mike
(mantan VJ MTV), beredar di dunia maya. Nampak adegan oral seks di dalam foto
itu.
Kasus 9 tentang Pencemaran nama baik di
media elektronik
Suami Inggrid Kansil, Syarief Hasan tak
main-main dengan kicauan yang dilontarkan TrioMacan2000 di Twitter. Berbagai
pasal sudah disiapkan polisi untuk menjerat pemilik akun anonim tersebut.
"Saya secara resmi melaporkan akun
TrioMacan2000 yang telah mencemarkan nama baik saya dan keluarga dengan
melakukan kejahatan elektronik informasi teknologi," tandas Syarief
usai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Kamis (16/5) petang.
Dalam laporannya, Menteri Koperasi dan UKM itu
membawa bukti berupa print-out kicauan TrioMacan2000 di Twitter. "Saya
ingin buktikan secara clear, bahwa ini betul-betul fitnah. Dan ini kita harus
berantas dan lawan," sebut dia.
TrioMacan2000 dilaporkan dengan pasal berlapis
yaitu pasal 310, 311 KUHP dan 27 UU ITE tentang fitnah dan pencemaran nama
baik. "Hukumannya 6 tahun," tegas Syarief.
Syarief mengaku terpaksa menempuh kasus ini
hingga ke Polda Metro Jaya. Ia berharap, ke depannya tak ada lagi kasus serupa
seperti yang menimpa keluarganya.
"Ini kan merusak nama baik saya dan
keluarga, menyebarkan fitnah. Ini tidak boleh terjadi. Saya harap saya dan
keluarga yang terakhir. Pihak kepolisian akan tuntut sampai tuntas. Apalagi
saya dengar ini mudah dilacak," tutup Syarief.
Kasus 10 tentang penipuan loker pada media
elektronik
Pada awal bulan Desember 2012 tersangka
MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin
MUHAMMAD NATSIR D melalui alamat websitehttp://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja-adaro-indonesia4669270.html mengiklankan
lowongan pekerjaan yang isinya akan menerima karyawan dalam sejumlah posisi
termasuk HRGA (Human Resource-General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama
PT. ADARO INDONESIA.
Pada tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian
mengirim Surat Lamaran Kerja, Biodata Diri (CV) dan pas Foto Warna terbaru ke
email hrd.adaro@gmail.com milik tersangka, setelah e-mail tersebut diterima
oleh tersangka selanjutnya tersangka membalas e-mail tersebut dengan
mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi rekruitmen karyawan yang
seakan-akan benar jika surat panggilan tersebut berasal dari PT. ADARO
INDONESIA, di dalam surat tersebut dicantumkan waktu tes, syarat-syarat yang
harus dilaksanakan oleh korban, tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama-nama
peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA, selain
itu untuk konfirmasi korban diarahkan untuk menghubungi nomor HP. 085331541444
via SMS untuk konfirmasi kehadiran dengan formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan
dalam surat tersebut juga dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL
untuk melakukan reservasi pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta
di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab
FIRMANSYAH, Contact Person 082 341 055 575.
Selanjutnya korban kemudian menghubungi nomor
HP. 082 341 055 575 dan diangkat oleh tersangka yang mengaku Lk. FIRMANSYAH
selaku karyawan OXI TOUR & TRAVEL yang mengurus masalah tiket maupun
mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat pelaksanaan
kegiatan) PT. ADARO INDONESIA telah bekerja sama dengan OXI TOUR & TRAVEL
dalam hal transportasi terhadap peserta yang lulus seleksi penerimaan karyawan,
korbanpun kemudian mengirimkan nama lengkap untuk pemesanan tiket dan alamat
email untuk menerima lembar tiket melalui SMS ke nomor HP. 082 341 055 575
sesuai dengan yang diminta oleh tersangka, adapun alamat e-mail korban yakni
lanarditenripakkua@gmail.com.
Setelah korban mengirim nama lengkap dan
alamat email pribadi, korban kemudian mendapat balasan sms dari nomor yang sama
yang berisi total biaya dan nomor rekening. Isi smsnya adalah “Total biaya
pembayaran IDR 2.000.00,- Silakan transfer via BANK BNI no.rek:0272477663
a/n:MUHAMMAD FARID” selanjutnya korbanpun kemudian mentransfer uang sebesar Rp.
2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembelian tiket, setelah mentransfer uang
korban kembali menghubungi Lk. FIRMANSYAH untuk menanyakan kepastian pengiriman
tiketnya, namun dijawab oleh tersangka jika kode aktivasi tiket
harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi, Endi Sutendi
mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika aktivasinya dilakukan
dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu tanggal 23 Desember
2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT Polda Sulsel. Dengan
Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23 Desember 2012,
katanya.
Menurut Endi adapun Nomor HP. yang digunakan
oleh tersangka adalah 082341055575 digunakan sebagai nomor Contact Person dan
mengaku sebagai penanggung jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan
untuk SMS Konfirmasi bagi korban dan 02140826777 digunakan untuk mengaku
sebagai telepon kantor jika korban meminta nomor kantor PT. ADARO INDONESIA
ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya.
Sehingga Penyidik dari Polda Sulsel menetapkan
tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias
FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D, (29) warga Jl. Badak No. 3 A Pangkajene Kab.
Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin HAWI,(28)warga Jl. Dg. Ramang Permata Sudiang
Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan menurut Endi pelaku dijerat hukuman
Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.
2.9.
Pengertian Cyber Law
Cyberlaw adalah
hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan
dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di
banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan
jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini .
yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum
tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan
sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan
virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang
telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
2.10. Ruang Lingkup Cyber Law
Ada
beberapa lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia saat
ini yakni:
a) Kriminalisasi cybercrime atau kejahatan didunia maya Dampak negative dari
kejahatan didunia maya ini telah banyak terjadi Indonesia,namun perangkat
aturan yang ada pada saat ini belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi
tegas,kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi
informasi.Kejahatan sebenanya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,tidak ada
kejahatan tanpa masyaraat.
b) Aspek Pembuktian Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khususnya
dalam pasal 184 KUHP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital sebagai
bukti yang sah menurut undang-undang.Masih banyak perdebatan khususnya antarra
akademisi dan praktisi mengenai hal ini.Untuk aspek perdata,pada dasarnya hakim
dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechstivinding (penemuan hukum).Tapi
untuk pidana tidak demikian,asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu
perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum
delictum nulla poena sine previe lege poenali).Untuk itulah dibutuhkan adanya
dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal
ini tidak perlu terjadi lagi.
c) Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual Termasuk didalamnya Hak Cipta dan Hak
Milik Industrial yang cukup paten,merk,desain industry,rahasia dagang,sirkuit
terpadu dan lain-lain.
d) Standarisasi di Bidang Telamatika Penetapan standarisasi bidang telematika
akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam
menggunakan teknologi informasi.
e) Aturan-aturan di Bidang E-Bussiness Termasuk didalamnya perlindungan
konsumen dan pelaku bisnis.
f) Aturan-aturan di Bidang E-Government Apabila E-Government di Indonesia telah
terintegrasi dengan baik maka efeknya adalah pelayanan kepada masyrakat menjadi
lebuh baik.
g) Aturan Tentanng Jaminan Keamanan dan Kerahasiaan Informasi Dalam menggunakan
teknologi informasi.
h) Yuridikasi Hukum Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini
diabaikan.Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut juga hubungan
antar kawasan,antar wilayah dan antar Negara.Sehingga penetapan yuridikasi yang
jelas mutlak diperlukan.
2.11. topic-topik cyber law
Secara
garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
• Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima
dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur
masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
• On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai
pengiriman barang melalui internet.
• Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi
pengguna maupun penyedia content.
• Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content
yang dialirkan melalui internet.
• Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis
melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan
yurisdiksi hukum.
2.12. komponen cyber law
Adapun komponen-komponen dari Cyberlaw sebagai berikut:
1.
Pertama, tentang yurisdiksi hukum
dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukankeberlakuan
hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
2. Kedua,
tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan
berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan,
aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online
dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab
hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
3.
Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang
patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia
cyber;
4.
Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang
berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan
atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari
sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
5. Kelima,
tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
2.13. Asas-Asas Cyber law
Dalam kaitannya dengan
penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu
:
§ Subjective
territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan
tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di
negara lain.
§ Objective territoriality, yang menyatakan
bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi
dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
§ nationality yang menentukan bahwa
negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan
pelaku.
§ passive
nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
§ protective principle yang menyatakan
berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan
negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya
digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
§ Universality. Asas ini selayaknya
memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber.
Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada
mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan
menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup
pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan
lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin
dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding,
hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini
hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam
hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan
pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas
wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi
oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan
antara legally significant (online) phenomena and physical location.
2.14.
Contoh Kasus Cyber Law
Beberapa Contoh Kasus CYBER LAW dan Hukumnya .
1.
Penyebaran Virus
Virus
dan Worm mulai menyebar dengan cepat membuat komputer cacat, dan membuat
internet berhenti. Kejahatan dunia maya, kata Markus, saat ini jauh lebih
canggih.
Modus : supaya tidak terdeteksi, berkompromi
dengan banyak PC, mencuri banyak identitas dan uang sebanyak mungkin sebelum
tertangkap.Penanggulangan : kita dapat menggunakan anti virus untuk mencegah
virus masuk ke PC. Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis
cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009. Twitter
( salah satu jejaring sosial ) kembali
menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak
akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan mengjangkit semua followers.
Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di
seantero jejaring sosial. Twitter ta kalah jadi target, pada Agustus 2009 di
serang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna
mengkliknya, maka otomatis mendownload
Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.Analisa Kasus : menurut kami seharusnya
para pengguna jejaring sosial harus berhati-hati dengan adanya penyebaran virus
yg disengaja karena akan merusak sistem jaringan komputer kita. Modus serangannya adalah selain
menginfeksi virus akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas.
Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan
pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang .
Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi
tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum
ada kepastian hukum.
Adapun Hukum yang dapat menjerat Para Penyebar
Virus tersebut tercantum dalam UU ITE pasal 33 yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan
denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah.
2. Spyware
Sesuai dengan namanya, spy yang berarti mata-mata dan ware yang berarti
program, maka spyware yang masuk dalam katagori malicious software ini, memang
dibuat agar bisa memata-matai komputer yang kita gunakan. Tentu saja, sesuai
dengan karakter dan sifat mata-mata, semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan si
empunya. Setelah memperoleh data dari hasil monitoring, nantinya spyware akan
melaporkan aktivitas yang terjadi pada PC tersebut kepada pihak ketiga atau si
pembuat spyware. Spyware awalnya tidak berbahaya karena tidak merusak data
seperti halnya yang dilakukan virus. Berbeda dengan virus atau worm, spyware
tidak berkembang biak dan tidak menyebarkan diri ke PC lainnya dalam jaringan
yang sama . Modus : perkembangan teknologi dan kecanggihan akal manusia,
spyware yang semula hanya berwujud iklan atau banner dengan maksud untuk
mendapatkan profit semata, sekarang berubah menjadi salah satu media yang
merusak, bahkan cenderung merugikan. Penanggulangan: Jangan sembarang
menginstall sebuah software karena bisa jadi software tersebut terdapar
spyware.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara
apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan
informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
3. Thiefware
Difungsikan untuk mengarahkan pengunjung situs
ke situs lain yang mereka kehendaki. Oleh karena itu, adanya kecerobohan yang
kita lakukan akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Apalagi jika
menyangkut materi seperti melakukan sembarangan transaksi via internet dengan
menggunakan kartu kredit atau sejenisnya. Modus : Nomor rekening atau kartu
kredit kita akan tercatat oleh mereka dan kembali dipergunakan untuk sebuah
transaksi yang ilegal. (Dari berbagai sumber) penanggulangan : jangan sembarang
menggunakan kartu kredit dalam transaksi internet, karena bisa jd no rekening
kita disadap oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 31 (1) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengaskses komputer dan atau sistem elektronik secara
tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan atau
memperoleh informasi keuangan dari bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga
keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung
data laporan nasabahnya.
Atau Pasal 31 (2) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu
pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk
memperoleh keuntunga.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).
4. Cyber Sabotage and Exortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan,
perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem
jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Modus : kejahatan ini
dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu
program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer
tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan
sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Penanggulangan : Harus lebih
ditingkatkan untuk security pada jaringan.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara
apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan
informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
5. Browser Hijackers
Browser kita dimasukkan secara paksa ke link
tertentu dan memaksa kita masuk pada sebuah situs tertentu walaupun sebenarnya
kita sudah benar mengetik alamat domain situs yang kita tuju. Modus : program
browser yang kita pakai secara tidak langsung sudah dibajak dan diarahkan ke
situs tertentu. Penanggulangan : lebih waspada membuka link yang tidak dikenal
pada browser.
Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama
domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar
hak orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
6. Search hijackers
Adalah kontrol yang dilakukan sebuah search
engine pada browser. Modus : Bila salah menulis alamat, program biasanya
menampilkan begitu banyak pop up iklan yang tidak karuan. Penanggulangan :
jangan sembarang membuka pop up iklan yang tidak dikenal.
Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama
domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak
melanggar hak orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
7. Surveillance software
Salah satu program yang berbahaya dengan cara
mencatat kegiatan pada sebuah komputer, termasuk data penting, password,
dan lainnya. Modus : mengirim data setelah seseorang selesai melakukan
aktivitas. Penanggulangan : Selalu hati-hati ketika ingin menginstal software.
Jangan sekali-kali menginstal software yang tidak dikenal.
Pelakunya dapat dijerat Pasal 22 (1) yaitu penyelenggara agen elektronik
tertentu wajib menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan yang melakukan perubahan informasi yang
masih dalam proses transaksi.
Atau Pasal
25 yaitu penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang – undangan.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Di
dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling
berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini
sebagai hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena
keberadaannya
yang
bagai memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat
menjadi manfaat bagi banyak orang, sedangkan mata pisau lainnya dapat menjadi
sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak berinteraksi
dengan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai manusia yang beradab, dalam
menyikapi dan menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah mana yang
baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai
penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat
mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita
menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita..
3.2. Saran
Cybercrime
adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas
keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu
negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime)
khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut.
Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Demikian
makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim kami, kami
mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini maupun bagi
para pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya wawasan dan
pengetahuan baru setelah membaca tulisan yang ada pada makalah ini. Namun
demikian, sebagai manusia biasa kami menyadari keterbatasan kami dalam segala
hal termasuk dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan
kritik atau saran yang membangun demi terciptanya penyusunan makalah yang lebih
sempurna di masa yang akan datang. Atas segala perhatiannya kami haturkan
terimakasih.