Berikut
adalah 10 contoh kasus Cyber Crime yang pernah terjadi beserta modus dan
analisa penyelesaiannya:
Kasus 1
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang
di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10
Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank
swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana
komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa
computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi
global yang dikenal dengan internet.
Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah
murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai
sarana kejahatan.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk
penggelapan uang pada bank dengan menggunaka komputer sebagai alat melakukan
kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang
tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari
modus perbuatan yang dilakukannya.
Bunyi Pasal 362 KUHP
barang siapa dengan
sengaja mengambil barang yang sepenuhnya atau sebagian milik orang lain dengan
melawan hukum maka dihukum sebagai pencurian dengan ancaman pidana penjara
paling lama 5 th atau denda paling banyak Rp. 900,00
Kasus 2 Tentang Pornografi :
Kasus ini terjadi saat ini dan sedang
dibicarakan banyak orang, kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya
dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial
‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya
ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria
tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum,
penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret
pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi
Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda
minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
Pengaturan pornografi melalui internet dalam
UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik juga tidak ada istilah pornografi, tetapi “muatan
yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan
melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang
Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE
dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE).
Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa
seluruh peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap
berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
Bunyi pasal 29 UU RI NO. 44 tahun 2008 tentang
pornografi:
Setiap orang yang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 282 KUHP berbunyi:
Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang
telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud
untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin
tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa
secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.”Dari kabar yang beredar di Mabes Polri, bahwa Luna dan
Tari sudah menyandang predikat tersangka sejak beberapa hari lalu.
Kasus 3 Tentang Hacking :
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang
yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan
bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan
aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang
cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal
yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas,
mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing,
menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir
disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang
bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan
layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang
hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut
tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat
dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain,
seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Bunyi pasal 406 KUHP :
Barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai
atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kasus 4 Tentang Carding :
Carding, salah satu jenis cyber crime yang
terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang
dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam
transaksi perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung
dan mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil
melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para
pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung.
Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka
peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak
menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan
lebih lanjut.
Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena
pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka
inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka
akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363
tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Bunyi dari pasal 378 KUHP yang memuat tentang
tindakan penipuan adalah sebagai berikut :
Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memakai nama/ keadaan palsu dengan tipu muslihat agar memberikan barang membuat
utang atau menghapus utang diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimum
4 tahun.
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang
berbunyi bahwa:
barang siapa membuat
secara palsu atau memalsukan sesuatu yang dapat menimbulkan suatu hak,
perikatan atau suatu pembebasan utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti
suatu bagi suatu tindakan, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang
lain menggunakannnya seolah-olah asli dan tidak palsu, jika karena penggunaan
itu dapat menimbulkan suatu kerugian, diancam karena pemalsuan surat dengan
pidana penjara maksimum enam tahun; diancam dengan pidana yang sama barang
siapa dengan sengaja dengan sengaja menggunakan surat yang isinya secara palsu
dibuat atau yang dipalsukan tersebut, seolah-olah asli dan tidak palsu jika
karena itu menimbulkan kerugian.
Kasus 5 Tentang Cybersquatting :
Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau
menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang
atau nama orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang
menggunakan nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang orang terkenal
dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka . Contoh
kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itu pun kurang sigap
dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot orang lain.
Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat sehingga domain carlosslim.com
bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword
Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google kepada para pesaingnya.
Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan prosedur Anticybersquatting
Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk pemilik merek dagang untuk
menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain
kembali ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa kasus, cybersquatter harus
membayar ganti rugi uang.
Untuk kasus-kasus cybersquatting dengan
menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Pidana Umum, seperti misalnya
pasal 382 bis KUHP tentang Persaingan Curang, pasal 493 KUHP tentang Pelanggaran
Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang dan Kesehatan Umum, pasal 362 KUHP tentang
Pencurian, dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan; dan
Pasal 22 dan 60 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi untuk tindakan domain hijacking
Kasus 6 Tentang Perjudian Online :
Perjudian online, pelaku menggunakan sarana
internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember
2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member
yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke
0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan
HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga
Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak
skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa
lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang
dengan cara instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303
tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
PASAL 303 KUHP Tentang PERJUDIAN
(1) Diancam dengan
pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua
puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:
1. dengan sengaja
menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya
sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk
itu;
2. dengan sengaja
menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau
dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli
apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya
sesuatu tata-cara;
3. menjadikan turut
serta pada permainan judi sebagai pencarian
(2) Kalau yang bersalah
melakukan kejahatan tersebut dalam menjalakan pencariannya, maka dapat dicabut
hak nya untuk menjalankan pencarian itu.
(3) Yang disebut
permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat
untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih
atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan
perlombaan atau permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang
turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Kasus judi online seperti yang dipaparkan
diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal dalam UU Informasi dan Transaksi
Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008.
Selain dengan Pasal 303 KUHP menurut pihak
Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU
ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”. Oleh karena pelanggaran
pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43 ayat 1, yang bersangkutan bisa
ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”.
Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal
45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Kasus 7 tentang Mencemarkan diri pribadi orang
lain dalam ranah internet :
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga,
mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat
di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah
bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti
mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam
medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan
pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar
ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni
Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita
Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah
dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal
pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang
berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”.
Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh
Pengadilan Negeri Tangerang. (kasus yang telah terjerat Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE)).
Kemudian hampir di akhir tahun 2009 muncul
kembali kasus yang terjerat oleh UU No. 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang
UU ITE yang dialami oleh artis cantik kita yaitu Luna Maya. Kasus yang menimpa
Luna Maya kini menyedot perhatian publik. Apalagi Luna Maya juga sebagai publik
figur, pasti akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Kasus ini berawal
dari tulisan Luna Maya dalam akun twitter yang menyebutkan “infotainment
derajatnya lebih hina dari pada pelacur dan pembunuh”. Sebenarnya hal itu tidak
perlu untuk ditulis dalam akun Twitternya, karena hal tersebut terlalu
berlebihan apalagi disertai dengan pelontaran sumpah serapah yang menghina dan
merendahkan profesi para pekerja infotainment. (kasus yang telah terjerat
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE))
Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama.
Kasus 8 tentang Asusila dalam media elektronik
Aktor Taura Denang Sudiro alias Tora Sudiro
dan Darius Sinathrya, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya
untuk membuat laporan penyebaran dan pendistribusian gambar atau foto hasil
rekayasa yang melanggar kesusilaan di media elektronik.
"Saya membuat laporan, sesuai apa yang
saya lihat di media twitter. Sebenarnya, saya sudah melihat gambar itu
bertahun-tahun lalu. Awalnya biasa saja, namun sekarang anak saya sudah gede,
nenek saya juga marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu adalah
editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal
Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5).
Ia melanjutkan, pihaknya memutuskan untuk
membuat laporan dengan nomor TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal 15
Mei 2013, karena penyebaran foto asusila itu kian ramai dan mengganggu
privasinya.
"Saya merasa dirugikan. Sekarang juga
kembali ramai (penyebarannya), Darius juga terganggu. Akhirnya kami memutuskan
untuk membuat laporan. Pelakunya belum tahu siapa, namun kami sudah meminta
polisi untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Darius,
menyampaikan dirinya juga sudah mengetahui beredarnya foto rekayasa adegan syur
sesama jenis itu, sejak beberapa tahun lalu.
"Sudah tahu gambar itu, beberapa tahun
lalu. Awalnya saya cuek, mungkin kerjaan orang iseng saja. Namun, sekarang
banyak teman-teman di daerah menerima gambar itu via broadcast BBM. Bahkan,
anak kecil saja bisa melihat. Ini yang sangat mengganggu saya," jelasnya.
Darius yang merupakan saksi dan korban dalam
laporan itu menambahkan, banyak teman-teman daerah memintanya untuk
mengklarifikasi apakah benar atau tidak foto itu. "Ya, jelas foto ini
palsu. Makanya kami laporkan," katanya.
Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan
penyeledikan sementara, disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau
editan.
"Kami baru melakukan penyelidikan awal
dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto asli. Hanya kepala mereka (Tora,
Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar asli, kemudian ditambahkan pemasangan
poster Film Naga Bonar untuk menguatkan karakter itu benar-benar Tora. Selain
itu tak ada yang diganti. Editor tidak terlalu bekerja keras (mengubah), karena
hampir mirip gambar asli," paparnya.
Langkah selanjutnya, kata Audie, pihaknya
bakal segera melakukan penelusuran terkait siapa yang memposting gambar itu
pertama kali.
"Kami akan mencoba menelusuri siapa yang
mengedit dan memposting gambar itu pertama kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun
lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang ada, karena terkendala waktu yang
sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo
Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tegasnya.
Diketahui, sebuah foto rekayasa adegan syur
sesama jenis yang menampilkan wajah Tora Sudiro, Darius Sinathrya dan Mike
(mantan VJ MTV), beredar di dunia maya. Nampak adegan oral seks di dalam foto
itu.
Kasus 9 tentang Pencemaran nama baik di
media elektronik
Suami Inggrid Kansil, Syarief Hasan tak
main-main dengan kicauan yang dilontarkan TrioMacan2000 di Twitter. Berbagai
pasal sudah disiapkan polisi untuk menjerat pemilik akun anonim tersebut.
"Saya secara resmi melaporkan akun
TrioMacan2000 yang telah mencemarkan nama baik saya dan keluarga dengan
melakukan kejahatan elektronik informasi teknologi," tandas Syarief
usai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Kamis (16/5) petang.
Dalam laporannya, Menteri Koperasi dan UKM itu
membawa bukti berupa print-out kicauan TrioMacan2000 di Twitter. "Saya
ingin buktikan secara clear, bahwa ini betul-betul fitnah. Dan ini kita harus
berantas dan lawan," sebut dia.
TrioMacan2000 dilaporkan dengan pasal berlapis
yaitu pasal 310, 311 KUHP dan 27 UU ITE tentang fitnah dan pencemaran nama
baik. "Hukumannya 6 tahun," tegas Syarief.
Syarief mengaku terpaksa menempuh kasus ini
hingga ke Polda Metro Jaya. Ia berharap, ke depannya tak ada lagi kasus serupa
seperti yang menimpa keluarganya.
"Ini kan merusak nama baik saya dan
keluarga, menyebarkan fitnah. Ini tidak boleh terjadi. Saya harap saya dan
keluarga yang terakhir. Pihak kepolisian akan tuntut sampai tuntas. Apalagi
saya dengar ini mudah dilacak," tutup Syarief.
Kasus 10 tentang penipuan loker pada media
elektronik
Pada awal bulan Desember 2012 tersangka
MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin
MUHAMMAD NATSIR D melalui alamat websitehttp://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja-adaro-indonesia4669270.html mengiklankan
lowongan pekerjaan yang isinya akan menerima karyawan dalam sejumlah posisi
termasuk HRGA (Human Resource-General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama
PT. ADARO INDONESIA.
Pada tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian
mengirim Surat Lamaran Kerja, Biodata Diri (CV) dan pas Foto Warna terbaru ke
email hrd.adaro@gmail.com milik tersangka, setelah e-mail tersebut diterima
oleh tersangka selanjutnya tersangka membalas e-mail tersebut dengan
mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi rekruitmen karyawan yang
seakan-akan benar jika surat panggilan tersebut berasal dari PT. ADARO
INDONESIA, di dalam surat tersebut dicantumkan waktu tes, syarat-syarat yang
harus dilaksanakan oleh korban, tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama-nama
peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA, selain
itu untuk konfirmasi korban diarahkan untuk menghubungi nomor HP. 085331541444
via SMS untuk konfirmasi kehadiran dengan formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan
dalam surat tersebut juga dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL
untuk melakukan reservasi pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta
di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab
FIRMANSYAH, Contact Person 082 341 055 575.
Selanjutnya korban kemudian menghubungi nomor
HP. 082 341 055 575 dan diangkat oleh tersangka yang mengaku Lk. FIRMANSYAH
selaku karyawan OXI TOUR & TRAVEL yang mengurus masalah tiket maupun
mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat pelaksanaan
kegiatan) PT. ADARO INDONESIA telah bekerja sama dengan OXI TOUR & TRAVEL
dalam hal transportasi terhadap peserta yang lulus seleksi penerimaan karyawan,
korbanpun kemudian mengirimkan nama lengkap untuk pemesanan tiket dan alamat
email untuk menerima lembar tiket melalui SMS ke nomor HP. 082 341 055 575
sesuai dengan yang diminta oleh tersangka, adapun alamat e-mail korban yakni
lanarditenripakkua@gmail.com.
Setelah korban mengirim nama lengkap dan
alamat email pribadi, korban kemudian mendapat balasan sms dari nomor yang sama
yang berisi total biaya dan nomor rekening. Isi smsnya adalah “Total biaya
pembayaran IDR 2.000.00,- Silakan transfer via BANK BNI no.rek:0272477663
a/n:MUHAMMAD FARID” selanjutnya korbanpun kemudian mentransfer uang sebesar Rp.
2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembelian tiket, setelah mentransfer uang
korban kembali menghubungi Lk. FIRMANSYAH untuk menanyakan kepastian pengiriman
tiketnya, namun dijawab oleh tersangka jika kode aktivasi tiket
harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi, Endi Sutendi
mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika aktivasinya dilakukan
dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu tanggal 23 Desember
2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT Polda Sulsel. Dengan
Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23 Desember 2012,
katanya.
Menurut Endi adapun Nomor HP. yang digunakan
oleh tersangka adalah 082341055575 digunakan sebagai nomor Contact Person dan
mengaku sebagai penanggung jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan
untuk SMS Konfirmasi bagi korban dan 02140826777 digunakan untuk mengaku
sebagai telepon kantor jika korban meminta nomor kantor PT. ADARO INDONESIA
ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya.
Sehingga Penyidik dari Polda Sulsel menetapkan
tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias
FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D, (29) warga Jl. Badak No. 3 A Pangkajene Kab.
Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin HAWI,(28)warga Jl. Dg. Ramang Permata Sudiang
Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan menurut Endi pelaku dijerat hukuman
Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar